Yogyakarta, 16 Juni 2012. Tim Media HI mengikuti perjalanan Kang
Dicky Zainal Arifin mengunjungi situs Ratu Boko, Jum’at 15 Juni 2012.
Istilah Ratu Boko dan BARQHA
Situs Ratu Boko berada di Jl. Raya Jogja – Solo, Prambanan, Sleman –
INDONESIA. Luas situs mencapai 25 Ha di areal 196 m di atas permukaan
laut. Nama Ratu Boko atau Baka berasal dari BARQHA, bukan dari “Boko”
atau burung bangau seperti yang kita pelajari dari sejarah. Terbukti
sejak dahulu sampe sekarang, tidak banyak terdapat burung bangau di
areal situs.
BARQHA adalah istilah LEMURIAN untuk portal antara ruang dan waktu. Situs Ratu Boko menyimpan peninggalan leluhur bangsa berupa keraton atau istana, yang di dalamnya terdapat “BARQHA lokal” (Lihat Buku 1 ARKHYTIREMA) yang dibuat oleh ARKHYTIREMA khusus sebagai alat transportasi dari istana Ratu Boko ke SALAKSANAGARA. Areal keraton itu sekitar 75 Ha.
Teknologi ELLEMANPHATERA
Peninggalan lainnya di Situs Ratu Boko adalah teknologi ELLEMANPHATERA, yaitu teknologi pencampuran antara logam dengan batuan. Fungsinya untuk menghindari karat dan supaya terawetkan. ELLEMANPHATERA adalah akar kata dari mantera. Karena masyarakat dahulu tidak bisa menjelaskan, istilah itu berkembang menjadi “mantera”.
Peninggalan lainnya di Situs Ratu Boko adalah teknologi ELLEMANPHATERA, yaitu teknologi pencampuran antara logam dengan batuan. Fungsinya untuk menghindari karat dan supaya terawetkan. ELLEMANPHATERA adalah akar kata dari mantera. Karena masyarakat dahulu tidak bisa menjelaskan, istilah itu berkembang menjadi “mantera”.
Seperti manuskrip HYDRINNTANA (teknologi bahan bakar air), teknologi ELLEMANPHATERA pun tertulis dalam sebuah manuskrip. Sayangnya, mantera atau manuskrip itu kemudian di-mistis-kan oleh masyarakat, padahal mantera itu adalah manuskrip cara pembuatan teknologi ELLEMANPHATERA. Akhirnya, manuskrip pun diterjemahkan sebatas mantera atau jampi-jampi, dan bukan informasi tentang teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat. Di lokasi situs terdapat aliran-aliran suara. Dahulu, Sang Ratu tidak perlu berbicara kencang karena dengan teknologi ELLEMENPHATERA gelombang suara bisa diarahkan kemana saja.
“Luar biasa sebetulnya dahulu. Tetapi sekarang menjadi biasa, karena
dibuat seperti itu. Direkayasa supaya kita tidak berpikir. Biar kita
menjadi mundur. Biar kita menjadi negara yang selalu terbelakang dan
selalu di kondisi dunia ketiga. Makanya, kita yang nanti harus mengubah
itu”, tegas Kang Dicky.
Teknologi ELLEMANPHATERA membuat pantulan suara menjadi terfokus, karena batuannya mengandung logam. Berbeda dengan batuan biasa, pantulannya seperti gaung biasa atau di gua. Berbagai frekuensi pun bisa ditangkap dengan teknologi ELLEMANPHATERA, termasuk gelombang elektromagnetik, misalnya dari handphone. Batuan disana pun memiliki tingkat kekerasan dan berat yang berbeda bila dibandingkan dengan batuan biasa seukurannya. Cukup dengan mengangkatnya akan terukur perbedaannya.
Teknologi ELLEMANPHATERA telah dihilangkan. Sekarang, kalau ingin membangun lagi teknologi itu, harus membuat tanur ELLEMANPHATERA. Di Planet Bumi ini, teknologinya harus menggunakan Nuklir dimana harus bisa memanaskan sampai titik didih 60.000 derajat Celcius.
Paparan kisah Situs Ratu Boko pun terhenti sampai di situ. Situs Ratu Boko masih menyisakan hikmah sejarah yang perlu kita perdalam lagi. Siapakah Ratu Boko? Kerjasama apa yang telah dilakukan oleh ARKHYTIREMA dan Ratu Boko dengan teknologi ELLEMENPHATERA? Dan yang terpenting, bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi ELLEMANPHATERA untuk menyelesaikan berbagai permasalahan masyarakat dan memanfaatkannya lebih dari sekedar mantera, jampi-jampi dan tempat wisata? (SRA/HSN)
Sumber : www.hikmatuliman.or.id
Cerita sangat mendidik dan menjadikan pengetahuan baru yang sebelumnya belum kita ketahui..
BalasHapusMakasih
Subhannallah...
BalasHapusLuar biasa....
BalasHapusGak bisa ngomong aku....
Nyimak duku